loader

Apa Sebenarnya OPPT itu?

  • by: Indotax Consultant
  • 30 May, 2023

Di Indonesia banyak sekali istilah-istilah di dalam perpajakan tidak terkecuali adalah OPPT. NPWP OPPT berkaitan dengan PPh Pasal 25. Untuk lebih jelasnya akan kami jelaskan di dalam artikel berikut ini.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah pembayaran PPh dalam pembayaran dalam tahun pajak berjalan, yang wajib dibayar sendiri, baik oleh Wajib Pajak orang pribadi maupun badan setiap bulan setelah dikurangi kredit pajak.

Membayar pajak secara mencicil lebih memudahkan wajib pajak dibandingkan membayar pajak semua di akhir tahun. Pada prinsipnya, jumlah pembayaran bulanan adalah sama dengan pajak penghasilan yang terutang menurut SPT tahun sebelumnya dikurangi kredit pajak. Namun demikian, Pasal 25 Ayat 7 UU PPh memperbolehkan Menteri Keuangan untuk menghitung besaran angsuran pajak bagi wajib pajak orang pribadi tertentu atau disebut juga wajib pajak OPPT. Apa itu OPPT?

PENJELASAN OPPT

Sesuai dengan penjelasan Pasal 25 ayat 7 huruf c UU PPh, wajib pajak OPPT adalah wajib pajak orang pribadi yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha. Ketentuan mengenai wajib pajak OPPT tercantum dalam PMK 215/2018 yang mulai berlaku pada 31 Desember 2018.

Berlakunya PMK 215/2018 mencabut PMK 255/208 s.t.d.d. PMK 208/2009. Dalam PMK 215/2020, salah satunya adalah pemutakhiran definisi wajib pajak OPPT. Merujuk juga pada pasal 1 angka 4, peraturan tersebut menjelaskan pengertian wajib pajak OPPT, yaitu wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa. Tidak termasuk jasa yang berkaitan dengan pekerjaan bebas di satu atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.

Dibandingkan aturan sebelumnya, definisi tersebut lebih detail dibandingkan dengan yang ada dalam PMK 255/2008 s.t.d.d. PMK 208/2009. Sebelumnya, PMK 255/2008 s.t.d.d. PMK 208/2009 mendefinisikan wajib pajak OPPT sebagai wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan dengan lebih dari satu tempat usaha atau memiliki tempat usaha yang berbeda dengan domisilinya.

Sedangkan dalam peraturan turunan PMK 255/2008 s.t.d.d. PMK 208/2009 yaitu Dirjen Pajak No. PER-32/PJ/2010, dijelaskan bahwa wajib pajak OPPT adalah wajib pajak orang pribadi yang memiliki dan menjalankan kegiatan usaha sebagai pedagang dan memiliki satu atau beberapa usaha.

Keterangan pedagang eceran dalam PER-32/PJ/2010 adalah orang perseorangan yang menjual barang secara grosir, eceran, atau menyediakan jasa. Hal tersebut tertuang dalam PMK 215/2018 yang tidak jauh berbeda dengan definisi pada peraturan sebelumnya. Definisi baru dalam PMK 215/2018 mengarah pada penegasan deklarasi makna OPPT wajib pajak. Namun sebagaimana dalam PMK 255/2008 s.t.d.d. PMK 208/2009, PER-32/PJ/2010 tidak berlaku lagi. Pasalnya, PER 32/PJ/2010 PER-14/PJ/2019 telah dicabut.

Pencabutan PER-32/PJ/2010 dilakukan untuk menyederhanakan peraturan dan memberikan kepastian hukum tanpa mengubah substansi ketentuan instalasi Ph Pasal 25. Ditambah dengan substansi pengembalian dana yang diatur dalam PMK 215/2018.

Jika Anda Memiliki Pertanyaan Dalam hal Perpajakan, Segera Hubungi Kami Jasa Konsultan Pajak Jakarta Melalui Whatsapp : 082228042510

TIGA UNSUR WP OPPT

Ada tiga unsur dalam pengertian ini yang harus ada jika wajib membayar wajib pajak OPPT, yaitu wajib pajak orang pribadi, pedagang eceran dan satu atau lebih tempat usaha.

Wajib pajak orang pribadi adalah wajib pajak yang terkena dampak dari orang-orang yang memiliki kedua kondisi tersebut. Pertama, persyaratan subyektif, yaitu kelahiran dan kehidupan. Kedua, syarat obyektif adalah memiliki penghasilan di luar PTKP.

Selanjutnya pedagang adalah perorangan yang melakukan penjualan secara grosir atau eceran dan perorangan yang memberikan pelayanan melalui suatu tempat usaha.

Lokasi usaha sendiri adalah sesuatu yang bersifat permanen, baik itu di toko, mall, rumahan atau bisnis online. Hal ini karena yang dilihat bukanlah cara pemasaran.

Tujuan OPPT

Dikutip dari situs resmi DJP, tujuan pengenaan PPh Pasal 25 adalah untuk mempermudah Wajib Pajak OPPT sehingga Wajib Pajak tidak memerlukan peredaran, penghasilan neto dan faktur pajak untuk menetapkan PPh Pasal 25.

Wajib Pajak hanya perlu membayar tarif yang telah ditentukan per bulan dari setiap lokasi usaha. Namun, bagi wajib pajak yang telah menerapkan ketentuan PPh final berdasarkan PP 23/2018, kewajiban membayar PPh 25 bagi wajib pajak OPPT ditiadakan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib pajak OPPT dapat dilihat pada peraturan PMK 215/2018 berikut, UU PPh, dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-25/PJ/2019.

Skema dan Ketentuan OPPT

Ditjen Pajak menyatakan wajib pajak OPPT yang memiliki omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun (UMKM) dapat memutuskan untuk mendapatkan keuntungan dari dua skema berikut:

  1. Skema pajak final khusus 0,5% atau skema pajak final PP 23/2018
  2. Skema pajak umum atau tidak final.

UMKM yang memilih skema umum atau non final akan dikenakan ketentuan membayar PPh Pasal 25 sebesar 0,75%. Sedangkan untuk wajib pajak OPPT yang memiliki omzet lebih dari Rp4,8 miliar setahun atau non UMKM wajib membayar restitusi PPh Pasal 25 0,75%.

Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 25 ayat 7 huruf c undang-undang PPh dan PMK pasal 7 pasal 1 PMK 215/2018 yang menyebutkan bahwa pembayaran PPh pasal 25 untuk wajib pajak OPPT sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan di setiap tempat tempat tinggal pajak usaha berbeda dengan tempat tinggal pajak.

Cara Mengisi NPWP OPPT

Setelah mengetahui pengertian OPPT adalah wajib pajak yang memiliki usaha. Nah, sekarang cari tahu sendiri cara pengisian OPPT TIN. Pengisian status NPWP pusat cabang sering dipersoalkan oleh masyarakat yang ingin melakukan NPWP. Ada banyak kolom yang membingungkan untuk diisi. Oleh karena itu, ada dua hal mendasar yang harus diketahui. Cara pengisian OPPT NPWP adalah :

1. Buka NPWP

Hal pertama yang perlu dilakukan di sini adalah memberikan centang pada pilihan NPWP pusat atau cabang, lalu kosongkan semua kolom yang lain.

2. Pahami Perbedaan Status Pusat dan Cabang

Biasanya perbedaan melakukan pengisian pada status pusat cabat untuk orang yang ingin membuat NPWP suami atau istri. Jika pembuatan NPWP itu dilakukan untuk pertama kali maka pilih status pusat. Jika suami atau istri yang sudah mempunyai usaha dan ingin mendaftarkan usahanya setelah punya NPWP pribadi maka pilih status NPWP cabang.

Apabila Anda sudah paham antara 2 hal tersebut, selanjutnya akan dijelaskan secara lebih rinci seperti apa cara daftar NPWP lengkap dengan cara mengisi status cabang NPWP yang bisa dilakukan secara online baik dengan PC atau HP.

a. Kunjungi Laman Resmi Dirjen Pajak

Pertama silahkan buka laman resmi dari Dirjen Pajak dengan cara mengetikkan alamat situsnya ereg.pajak.go.id lalu pilih opsi e-Registration.

b. Klik ‘Daftar’

Setelah memilih menu untuk melakukan registrasi online nanti akan terlihat tombol Daftar. Klik menu tersebut agar bisa membuat akun baru pada situs terkait.

c. Masukkan Alamat Email

Jika sudah silahkan masukkan alamat email yang digunakan sehari-hari dan pastikan untuk selalu aktif. Buat juga kata sandi baru untuk akun pada laman resmi Dirjen Pajak tersebut.

d. Lakukan Aktivasi Akun

Jika proses pembuatan akun sudah berhasil nanti akan ada tautan di email yang didaftarkan tadi pada laman registrasi. Buka email itu lalu klik tombol Verifikasi. Nanti secara otomatis laman pendaftaran di situs resmi Dirjen Pajak akan terbuka kembali.

e. Masuk Kembali Menggunakan Akun Terverifikasi

Laman pendaftaran yang terbuka tandanya proses verifikasi telah berhasil dilakukan. Setelah itu yang perlu dilakukan adalah melakukan aktivasi akun dengan cara masuk ke laman e-registration lalu masukkan email dan kata sandi yang sudah dibuat sebelumnya.

f. Isi Formulir Data Diri

Jika akun sudah berhasil log in, selanjutnya silahkan isi dengan lengkap dan teliti data diri sesuai format yang sudah disediakan pada laman registrasi tadi. Nanti yang harus diisi ada nama lengkap, alamat email yang aktif, password, nomor Hp, serta pertanyaan keamanan dan kode captcha.

Setelah semua sudah terisi dengan benar nanti Anda akan diminta untuk melakukan beberapa tahapan untuk melengkapi formulir tadi. Usahakan dalam melakukan pengisian formulir jangan sampai ada yang salah dan terloncat, lakukan dengan hati-hati dan cermat. Pada proses pengisian formulir data diri ini, Anda bisa memberikan centang status pusat atau cabang sesuai dengan kebutuhan dan kosongkan saja bagian lainnya.

g. Kirim Formulir

Formulir data diri yang sudah terisi dengan lengkap, selanjutnya untuk lanjut pada tahap pengiriman formulir registrasi tersebut kepada pihak kantor pajak terdaftar. Jika selesai, nanti dari kantor pajak akan memproses pengajuan NPWP tersebut.

h. Cek Status Pendaftaran

Pastikan kalau isi formulir sudah lengkap dan sudah mengirimnya ke kantor pajak. Wajib Pajak terkait nanti akan mendapatkan email masuk yang isinya konfirmasi pengiriman formulir registrasi telah berhasil dilakukan.

i. Salin Token

Pada situs resmi Dirjen Pajak tadi akan terlihat status pendaftaran. Jika prosesnya sudah sukses sampai dengan pengiriman formulir registrasi maka selanjutnya salin token yang ada di dalam email konfirmasi.

j. Tunggu Petugas Mengirim NPWP

Proses pengisian NPWP OPPT pun selesai, langkah selanjutnya adalah menunggu pengajuan NPWP tadi selesai dilakukan. Jika pengajuan disetujui nanti petugas kantor pajak akan mengirimkan kartu NPWP ke alamat yang telah dicantumkan dalam formulir registrasi.

Selain mendapatkan kartu secara fisik, wajib pajak juga nantinya akan mendapatkan kartu NPWP digital yang cara pengirimannya menggunakan email yang sudah terdaftar. Cara mengisi NPWP OPPT adalah hal penting yang harus dipahami.

Pengawasan OPPT

SE-77/PJ/2010 menjelaskan bahwa wilayah kerja KPP yang meliputi tempat usaha wajib memberikan informasi pembayaran PPh Pasal 25 WP OPPT selama 1 tahun anggaran kepada tempat kedudukan KPP. Hal ini bertujuan agar seimbang dengan laporan SPT Tahunan WP OPPT.

Wilayah kerja KPP yang meliputi tempat usaha (lokasi KPP) harus menyebarluaskan peraturan pelaksanaan PPh Pasal 25 bagi WP OPPT; Mencari lokasi usaha yang memenuhi kriteria WP OPPT di wilayah kerjanya; mengajukan himbauan kepada WP OPPT untuk membayar pembayaran PPh Pasal 25 WP OPPT; menerbitkan STP bagi WP OPPT yang tidak melaporkan SPT masa PPh Pasal 25; di tempat KPP memberikan informasi pembayaran PPh pasal 25 WP OPPT selama 1 tahun anggaran kepada KPP domisili.

KPP Domisili juga melakukan penyelarasan data alat informasi dengan data SPT Tahunan PPh yang disampaikan melalui WP OPPT. Kanwil DJP juga dapat meminta untuk memantau pelaksanaan PPh Pasal 25 bagi WP OPPT KPP di wilayah kerjanya.

Jika Anda Memiliki Pertanyaan Dalam hal Perpajakan, Segera Hubungi Kami Jasa Konsultan Pajak Jakarta Melalui Whatsapp : 082228042510

 

logo mobile