loader

Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu

  • by: Indotax Consultant
  • 25 Nov, 2022

Pada tanggal 30 maret 2022, pemerintah telah mengesahkan PMK nomor  71/PMK.03/2022 yang membahas tentang PPN atas penyerahan jasa kena pajak tertentu. PMK yang dikeluarkan tahun ini dan mulai berlaku tanggal 1 april 2022. PMK  ini merupakan penyesuaian terhadap PMK sebelumnya yang telah terbit.  PMK tersebut adalah PMK 75 tahun 2010 yang menjelaskan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak, PMK 92 tahun 2020 yang membahas mengenai kriteria dan jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN, dan PMK nomor 6 tahun 2021 yang membahas mengenai PPN dan PPh dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher.

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, keadilan, dan kepastian hukum dalam pemungutan PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu, perlu diatur besaran tertentu pajak pertambahan nilai yang dipungut dan disetor atas penyerahan jasa kena pajak tertentu. Berdasarkan pada hal tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16G huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu.

Dengan adanya PMK Nomor 71/PMK.03/2022 mencabut Sebagian aturan berikut:

  1. PMK No. 75/PMK.03/2010 Tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK No. 121/PMK.03/2015;
  2. Pasal 8 PMK No. 92/PMK.02/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PMK-92/2020); dan
  3. Pasal 13 ayat (5) huruf b dan Pasal 16 ayat (4) huruf b PMK No. 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer (PMK-6/2021)

Mengutip dari PMK Nomor 71/PMK.03/2022 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan 5 Jasa Kena Pajak tertentu wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan besaran tertentu. Yang pertama jasa pengiriman paket pos dengan besaran tarif 1,1% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. Kedua Jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata, berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan. Besaran tarifnya 1,1% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. Yang ketiga Jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges). Freight charges dapat berupa biaya transportasi dengan menggunakan moda angkutan berupa pesawat, kapal, kereta api, dan/atau angkutan di jalan, dikenakan tarif 1,1% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

          Keempat Jasa pemasaran dengan media voucer, jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi voucer, jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program), yang mana dalam hal penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi dan tidak terdapat selisih (margin), dikenakan tarif 1,1% dari harga jual voucer. Yang kelima jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan. Jika tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain dirinci makan besaran tarifnya sebesar 1,1% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih. Namun jika tidak dirinci maka besaran tarifnya sebesar 0,55% dari jumlah yang ditagih/seharusnya ditagih.

          Pada tanggal 1 Januari 2025 (Pasal 7 ayat (1) huruf b UU HPP) Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu sebesar 12% maka besaran tarif yang awalnya sebesar 1,1% akan berubah menjadi 1,2% sedangkan tarif 0,55% akan berubah menjadi 0,6%.

Perbedaan lainnya adalah pada nilai lain "pajak masukan atas penghasilan JKP/BKP dapat dikreditkan", sedangkan pada besaran tertentu yaitu PMK yang sekarang berlaku "pajak masukan atas penghasilan JKP/BKP tidak dapat dikreditkan". Dengan adanya ketentuan tidak dapat dikreditkan, memiliki sisi positif yaitu peningkatan sistem yang lebih baik, tertib membayar pajak, pelaku usaha lebih teliti dalam perhitungan laporan pajak, perluasan usaha dan dapat melakukan kegiatan transaksi pada bendaharawan pemerintah sehingga dapat memperbaiki pola investasi yang lebih baik. Dengan demikian, pelaku usaha harus memastikan dan mempertimbangkan analisa resiko apabila telat melakukan pembayaran, besarnya sanksi yang diterima dan kesalahan dalam pelaporan pajak dan penerbitan pajak.

Pelaksanaan PMK 71 ini hampir sama dengan pasal 9 UU PPN yang mengatur mengatur tentang pembahasan PPN yang dipungut dan PPN yang dibebaskan. PPN yang tidak dipungut masih dapat direstitusi selisih/kelebihan dalam pelaporan pajak. Tetapi apabila PPN dibebaskan tidak dapat memperhitungkan selisih antara PPN atas perolehan dan penyerahan.

Pembuatan E-Faktur

          Penerbitan faktur pajak atas penyerahan jasa kena pajak atau barang kena pajak dengan menggunakan besaran tertentu pada klasifikasi bidang usaha yang telah dijelaskan diatas. Penggunaan kode transaksi dalam faktur pajak untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang dipungut PPN final itu dimuat pada Lampiran B PER-03/PJ/2022, yaitu menggunakan kode transaksi 05.

Pembuatan faktur pajak atas peyerahan jasa kena pajak yang diatur dalam PMK ini, jangan sampai menggunakan kode 04, tetapi kode 05 pada PKP dengan besaran tertentu. Apabila sudah terlanjur menggunakan kode 04 yaitu kode pajak nilai lain, maka dapat dilakukan pembetulan dengan faktur pajak pengganti kode 05. Pengisian faktur pajak bagian DPP bukan lagi 10% tetapi langsung DPP dikalikan PPN 1,1%. Karena tarif 1,1% ini masih diinput secara manual dalam sistem enofa.

Sedangkan penggunaan kode 04 atau nilai lain masih digunakan untuk pemakaian sendiri BKP/JKP, pemberian Cuma-Cuma BKP/JKP, penyerahan film cerita, BKP/aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan atau penyerahan BKP antar cabang, penyerahan BKP melalui pedagang perantara, dan penyerahan BKP melalui juru lelang.

Diperlukan ketelitian dan kejelian saat pembuatan faktur pajak karena salah menggunakan kode 01 ataupun 04 akan menyebabkan konsekuensi faktur pajak tidak lengkap dan dikenakan sanksi administrasi. Bagi yang menerima faktur akan menjadi temuan dan harus diperbaiki karena faktur tersebut tidak bisa dikreditkan bagi konsumen.

Sebagaimana dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 Tentang  Faktur Pajak bab 3 pasal 5 f tercantum secara jelas pengisian kode faktur pajak yang harus diisi sesuai kriteria dengan cermat. Pada pasal 31 ayat 1C sampai dengan ayat 4 dijelaskan lebih jelas bahwa harus berisi sesuai dengan keterangan yang ditentukan oleh direktorat jendral pajak. PKP yang membuat faktur pajak tidak lengkap akan dikenai sanksi administrasi sesuai pasal 14 ayat 4 UU KUP, PPN yang salah kode maka tidak dapat dikreditkan oleh si penerima faktur sehingga harus dilakukan pembetulan (ayat 4).

logo mobile